MENDIAGNOSIS KELEMBAGAAN PETANI DALAM TRANSFORMASI AGRIBISNIS BERBASIS KONTEKS LOKAL

Authors

  • Melgiana S. Medah
  • Dina V. Sinlae
  • Naharuddin Sri

Abstract

Kompleksitas sosial dan geografis di wilayah pedesaan seperti di Kabupaten Kupang menempatkan kelembagaan petani sebagai komponen penting dalam mendorong transformasi agribisnis berkelanjutan. Sebagai landasan utama Kelembagaan petani tidak saja menunjukkan inovasi agribisnis (Akullo et al., 2018), dan menjadi ruang negosiasi antar aktor agribisnis (Osei-amponsah et al., 2018). Demikian juga kapasitas kelembagaan yang lemah dan rendahnya literasi digital masih menjadi hambatan utama (Alpatova, 2021; Hounkonnou et al., 2018)). Di tingkat lokal kelembagaan petani menunjukkan pola serupa, kuat dalam distribusi input tetapi lemah dalam pemasara dan kemitraan ekonomi (Medah & Marjaya, 2023). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelembagaan petani secara kontekstual untuk mendukung transformasi agribisnis di tingkat lokal. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Kupang tepatnya di Kecamatan Kupang Tengah dan Kecamatan Kupang Timur yang menjadi sentra produksi pertanian melalui metode survey dan FGD (Focus Group Discussion) dilakukan terhadap 60 orang  petani, 3 penyuluh.

Berdasarkan hasil survei dan verifikasi lapangan didapati bahwa kelembagaan petani di Kabupaten Kupang didominasi oleh pola informal dengan struktur yang belum proposional untuk mendukung pengambilan keputusan kolektif dan kemitraan formal. Tantangan utama dalam transformasi kelembagaan petani untuk mendukung agribisnis berkelanjutan yaitu rendahnya literasi kelembagaan dan minimnya pemanfaatan teknologi digital serta terbatasnya akses infomasi dan regenerasi kelembagaan. Dalam konteks global, deskilling meningkatkan ketergantungan petani pada masukan eksternal (Bell et al., 2015). Sebaliknya, praktik pertanian sosial di Italia dan Spanyol menjadi contoh pendekatan tata kelola hibrida yang berorientasi pada komunitas, yang meningkatkan kapasitas kelembagaan sambil memberikan akses kepada masyarakat kecil (García-Llorente et al., 2016)

Gambar 1. Analisis SWOT dan QSPM

Hasil penelitian melalui analisis SWOT menunjukkan bahwa posisi kelembagaan berada di kuadran II (strategi diversifikasi) dengan skor IFE (2,35) dan EFE (2,85) dimana kelembagaan memiliki peluang eksternal yang tinggi dan perlu meningkatkan akses pasar lokal melalui dukungan pemerintah, dan untuk mengastasi kelemahan utama seperti rendahnya kapasitas kelembagaan dan literasi digital petani. Hasil analisis Quntitative Strategic Planning Matriz (QSPM), menunjukkan bahwa strategi diversifikasi kelembagaan pemasaran digital memiliki skor tertinggi (4,08) diikuti diversifikasi kelembagaan petani melalui kemitraan (4,05) dan pelatihan literasi digital (4,00). Ketiga strategi ini  paling efektif dan menjadi prioritas dalam mendukung transformasi agribisnis yang berkelanjutan di tingkat lokal melalui pendekatan yang kontekstual, kolaboratif dan berbasis kelembagaan.

Hasil penelitian ini mendukung kebijakan ketahanan pangan melalui penguatan kelembagaan petani sebagai strategi kunci transformasi agribisnis berkelanjutan, dengan fokus pada diversifikasi kelembagaan, digitalisasi, dan kemitraan lokal untuk meningkatkan kapasitas produksi dan distribusi pangan di pedesaan.

Downloads

Published

2025-11-28

How to Cite

Medah, M. S., Sinlae, D. V., & Sri, N. (2025). MENDIAGNOSIS KELEMBAGAAN PETANI DALAM TRANSFORMASI AGRIBISNIS BERBASIS KONTEKS LOKAL. Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian, 8(1), 120–121. Retrieved from https://ejurnal.politanikoe.ac.id/index.php/psnp/article/view/539