KEARIFAN LOKAL BERADAPTASI: BUDIDAYA SORGUM MASYARAKAT DESA TANAJAWA DI TENGAH DRY SPELL DAN KETIDAKPASTIAN MUSIM

Authors

  • Lenny M. Mooy
  • Theresia Ginting
  • Yonathan Wadu
  • Ardinta Natumnea
  • Gideon O. Balla

Abstract

Kabupaten Sabu Raijua memiliki 4 pulau yaitu pulau Sabu, Raijua, Dana dan Wadu Mea. Empat daerah ini yang dihuni adalah pulau Sabu dan Raijua dengan kondisi iklim kering ekstrem, yang ditandai oleh curah hujan rendah dan periode dry spell (periode hari tanpa hujan) yang panjang sehingga berdampak pada penurunan produksi pangan lokal (BPS NTT, 2023). Dampak yang terjadi yaitu tanaman pangan seperti jagung dan padi ladang menjadi rentan pada fase kritis pertumbuhan. Sorgum (Sorghum bicolor L.) merupakan salah satu tanaman yang telah beradaptasi di wilayah Sabu dan Raijua dalam hal tahan terhadap kondisi kekeringan dan kondisi tanah kurang subur (ICRISAT, 2020). Dikaji dari nilai historis, sorgum dianggap oleh masyarakat Tanajawa - Sabu sebagai tanaman yang sudah dibudidayakan sejak nenek moyang sebagai sumber pangan utama pada musim paceklik. Keberlanjutan praktik ini menunjukkan adanya kearifan lokal dalam memilih tanaman yang mampu bertahan pada kondisi kekeringan (Mooy dkk., 2025). Selain aspek agronomis, masyarakat Tanajawa juga mengandalkan sistem kearifan lokal dalam menentukan waktu tanam. Petani biasanya menunggu arahan Deo Rai atau tua adat yang membaca tanda-tanda musim dan menetapkan waktu penanaman melalui ritual tertentu. Namun, perubahan iklim yang semakin cepat menyebabkan prediksi adat kadang meleset, sehingga petani harus menyesuaikan strategi mereka untuk mengurangi risiko kerugian. Situasi ini menunjukkan bahwa kearifan lokal tidak hanya dipertahankan, tetapi juga beradaptasi terhadap kondisi musim yang berubah. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan praktik budidaya sorgum yang diterapkan masyarakat Tanajawa; (2) menganalisis peran dan dinamika kearifan lokal dalam menentukan waktu tanam di tengah ketidakpastian musim; dan (3) mengidentifikasi strategi adaptasi petani terhadap dry spell melalui penyesuaian teknik budidaya dan keputusan tanam. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2024 – Mei 2025 di Desa Tanajawa, Kecamatan Hawu Mehara, Kabupaten Sabu Raijua menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa observasi lahan, wawancara mendalam dengan petani dan tua adat, serta diskusi kelompok terarah. Data mengenai waktu tanam, praktik budidaya, persepsi terhadap perubahan musim, serta peran Deo Rai dianalisis menggunakan metode tematik. Pendekatan ini memungkinkan peneliti memahami pola adaptasi dan pergeseran praktik adat dalam merespons variabilitas iklim. Literatur pendukung mengenai iklim lokal dan tanaman sorgum juga digunakan untuk memperkaya analisis. Hasil penelitian menunjukan bahwa masyarakat Tanajawa mampu mempertahankan dan menyesuaikan praktik budidaya sorgum melalui kombinasi teknik tradisional dan pengetahuan lokal yang terus berevolusi di tengah dry spell dan ketidakpastian musim. Kearifan lokal, termasuk penentuan waktu tanam berbasis tanda-tanda alam, tetap berfungsi sebagai pedoman utama meskipun prediksinya tidak selalu tepat sehingga petani mengombinasikannya dengan observasi cuaca harian, penyesuaian varietas, dan pengolahan lahan minimum. Strategi adaptasi yang diterapkan, seperti pemilihan sorgum sebagai tanaman tahan kering, pengaturan ulang waktu tanam, serta diversifikasi praktik lapangan, terbukti mampu mengurangi risiko gagal panen, meski tantangan seperti gangguan ternak lepas masih menjadi hambatan struktural yang perlu ditangani. Kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1) Sorgum tetap menjadi komoditas utama dalam sistem pangan Tanajawa karena ketahanannya terhadap kekeringan dan nilai budayanya yang tinggi. 2) Penentuan waktu tanam masih mengikuti arahan Deo Rai, namun petani mulai mengombinasikan pedoman adat dengan pengamatan langsung terhadap curah hujan awal musim. 3) Ketika prediksi adat tidak sesuai dengan kondisi lapangan, petani melakukan penyesuaian seperti menunda penanaman, memilih varietas sorgum lokal yang lebih cepat panen, atau menerapkan teknik konservasi tanah sederhana untuk menjaga kelembapan (menebarkan gulma yang dibersihkan di permukaan tanah, aplikasi bahan organik dan diversifikasi tanaman). 4) Adaptasi sosial-ekologis ini menunjukkan bahwa kearifan lokal tidak bersifat statis, melainkan terus berkembang sebagai respons terhadap ketidakpastian iklim. Dengan mengombinasikan nilai adat dan strategi teknis, masyarakat Tanajawa mampu mempertahankan produktivitas sorgum di tengah tekanan dry spell yang semakin panjang.

Downloads

Published

2025-11-28

How to Cite

Mooy, L. M., Ginting, T., Wadu, Y., Natumnea, A., & Balla, G. O. (2025). KEARIFAN LOKAL BERADAPTASI: BUDIDAYA SORGUM MASYARAKAT DESA TANAJAWA DI TENGAH DRY SPELL DAN KETIDAKPASTIAN MUSIM. Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian, 8(1), 118–119. Retrieved from https://ejurnal.politanikoe.ac.id/index.php/psnp/article/view/537