DINAMIKA PENGELOLAAN LAHAN DAN PERTANIAN SEMIARID DI NUSA TENGGARA TIMUR DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM
Abstract
Perubahan iklim telah menimbulkan dampak terhadap sistem produksi pertanian, terutama di Indonesia bagian timur seperti Nusa Tenggara Timur (NTT). Fluktuasi curah hujan (BMKG, 2023), meningkatnya suhu udara, serta frekuensi kekeringan yang tinggi menyebabkan penurunan produktivitas lahan dan efisiensi penggunaan input pertanian. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dampak bencana iklim dan hama terhadap produktivitas lahan. Hal ini juga dipengaruhi oleh dampak perubahan iklim bagi ketahanan bidang pertanian (FAO, 2021; World Bank. 2022).
Penelitian ini dilaksanakan di beberapa sentra budidaya pertanian wilayah kering di Provinsi Nusa Tenggara Timur, khususnya di Kabupaten Kupang yang memiliki karakteristik agroekologi semi-arid dengan curah hujan tahunan antara 800–1200 mm/tahun. Survey dan FGD (Focus Group Discussion) dilakukan terhadap 25 kelopok tani.
Berdasarkan hasil survei dan verifikasi lapangan, tercatat empat jenis bencana utama yang berdampak pada sistem produksi, yaitu kekeringan (33%), serangan hama (33%), angin kencang (17%), dan biaya produksi tinggi (17%). Dampak langsung bencana berupa penurunan hasil panen, gagal tanam sebagian, dan kerusakan tanaman muda. Namun, sebagian petani telah melakukan langkah adaptif seperti: pembuatan sumur bor dan penampungan air hujan, pengaturan pola tanam berdasarkan prakiraan cuaca, penerapan agroforestry untuk menekan efek kekeringan dan angin. Diagram batang memperlihatkan bahwa kekeringan dan hama merupakan ancaman paling dominan bagi petani lahan kering.
Gambar 1. Tiga Faktor Utama Penyebab Masalah Pertanian; 2) Analisis Theory Of Change (Masalah, Penyebab, Akibat, dan Solusi)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi penyebab utama bencana (masalah) pertanian di NTT secara umum. Faktor iklim (perubahan cuaca, curah hujan rendah) (Malau et al., 2023) mendominasi sebesar 50%, faktor biotik (hama & penyakit tanaman) sebesar 33%, faktor ekonomi (Estiningtyas et al., 2024). kelangkaan input produksi, modal) sebesar 17%. Pola ini menegaskan bahwa perubahan iklim dan tekanan biotik adalah penyebab dominan gangguan produksi pertanian. Dampak perubahan iklim telah nyata mempengaruhi produksi tanaman di mana setiap komoditi memiliki nilai ambang dan dampak yang berbeda (Strategi adaptasi seperti agroforestry, IPM terpadu, dan diversifikasi sumber air menjadi kunci peningkatan ketahanan sistem pertanian.
Hasil penelitian mendukung arah kebijakan pertanian berkelanjutan berbasis adaptasi iklim di Indonesia bagian timur. Pengintegrasian program PHT, konservasi air, dan penggunaan input ramah lingkungan dapat meningkatkan daya tahan perubahan iklim dan daya saing pertanian daerah semiarid sekaligus memperkuat ketahanan pangan nasional.