IMPLEMENTASI SISTEM INTEGRASI SAPI KELAPA SAWIT (SISKA) SEBAGAI INOVASI PERTANIAN REGENERATIF
Abstract
Industri kelapa sawit merupakan salah satu pilar utama perekonomian Indonesia, dengan total luas perkebunan mencapai >16 juta hektar. Dari luasan tersebut, perkebunan rakyat memegang porsi yang sangat signifikan, yaitu ±40,3% atau 6,8 juta hektar, yang menunjukkan peran vital petani kecil dalam rantai pasok nasional. Praktik ekspansi sering dikaitkan dengan dampak lingkungan negatif, termasuk deforestasi, hilangnya keanekaragaman hayati, degradasi kualitas tanah serta kontribusinya terhadap emisi gas rumah kaca. Dilema antara tuntutan keberlanjutan ekologis di sektor perkebunan dan urgensi peningkatan produksi pangan hewani ini memerlukan solusi yang inovatif dan terintegrasi. SISKA adalah sistem usaha terpadu yang menyatukan budidaya sapi potong di dalam atau di sekitar lahan perkebunan kelapa sawit. Dalam sistem ini, perkebunan kelapa sawit menyediakan sumber pakan bagi ternak. Sebaliknya, ternak sapi menyediakan pupuk organik dari kotorannya (feses dan urin) untuk menyuburkan tanaman kelapa sawit, membantu mengendalikan gulma secara biologis, dan menjadi sumber pendapatan tambahan yang signifikan bagi petani. Naskah ini bertujuan untuk menganalisis dan mengartikulasikan secara sistematis implementasi SISKA di Indonesia dapat dikategorikan sebagai sebuah inovasi pertanian regeneratif yang praktis dan fungsional, serta mengidentifikasi faktor-faktor penentu keberhasilan dan tantangan dalam upaya penskalaannya.
Penelitian ini menggunakan metode sintesis literatur kualitatif dan kuantitatif secara sistematis untuk menganalisis implementasi SISKA sebagai model pertanian regeneratif. Sumber data primer mencakup studi kasus, analisis kebijakan, dan laporan teknis mengenai SISKA di berbagai wilayah di Indonesia, khususnya Provinsi Riau. Sumber data sekunder digali dari berbagai literatur yang relevan, termasuk jurnal ilmiah nasional dan internasional yang terindeks, buku, prosiding seminar, dan dokumen kebijakan pemerintah terkait sistem integrasi tanaman-ternak, pertanian regeneratif, dan keberlanjutan industri kelapa sawit. Kerangka analisis dibangun dengan memetakan praktik-praktik terdokumentasi dalam implementasi SISKA terhadap lima prinsip utama pertanian regeneratif: (1) Integrasi Ternak, (2) Peningkatan Kesehatan Tanah, (3) Diversifikasi Sistem, (4) Minimalisasi Input Sintetis, dan (5) Pengendalian Hama & Gulma Alami.
Tabel 1. Komparasi Prinsip Pertanian Regeneratif dengan Praktik dalam Sistem Integrasi Sapi-Kelapa Sawit
Prinsip Pertanian Regeneratif
Praktik Implementasi dalam SISKA
Bukti Empiris & Referensi
Integrasi Ternak
Pemanfaatan sapi untuk penggembalaan terkontrol di lahan perkebunan dan pengelolaan dalam kandang (komunal/individu).
Suplementasi pakan dengan pelepah sawit meningkatkan Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) sapi dari 0,28 kg/hari ke 0,68 kg/hari
Peningkatan Kesehatan Tanah
Daur ulang feses dan urin sapi menjadi kompos dan Pupuk Organik Cair (POC) untuk diaplikasikan ke tanaman kelapa sawit.
Peningkatan produksi TBS hingga 37% dengan pupuk organik.
Diversifikasi Sistem
Diversifikasi pendapatan dari penjualan TBS, penjualan sapi, dan produk sampingan bernilai tambah seperti kompos dan biogas.
Pendapatan petani SISKA lebih tinggi dari non-SISKA dan lebih resilien.
Minimalisasi Input Sintetis
Penggunaan pupuk organik dari kotoran ternak untuk substitusi pupuk kimia (Urea, TSP, NPK).
Pengurangan penggunaan pupuk Urea hingga 76,27% dan TSP hingga 83,6%.2
Pengendalian Gulma Alami
Sapi yang digembalakan secara terkendali memakan gulma dan vegetasi bawah, mengurangi kebutuhan herbisida.
Pengurangan biaya pengendalian gulma dan penggunaan herbisida.
Sistem Integrasi Sapi-Kelapa Sawit (SISKA) secara komprehensif memenuhi kriteria sebagai sebuah inovasi pertanian regeneratif. Implementasinya secara langsung menerapkan prinsip-prinsip inti seperti integrasi ternak, peningkatan kesehatan tanah melalui siklus hara tertutup, diversifikasi sistem, dan minimalisasi input kimia. Sistem ini terbukti secara empiris mampu meningkatkan produktivitas lahan dan ternak, mendiversifikasi sumber pendapatan, dan meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya.