UMUR SIMPAN DAN MUTU FISIK GULA LONTAR DARI DESA TUAPUKAN KABUPATEN KUPANG NUSA TENGGARA TIMUR
Abstract
Desa Tuapukan, salah satu sentra penghasil gula lontar di Kabuten Kupang Nusa Tenggara Timur (NTT) karena sebagian besar penduduknya bekerja sebagai produsen gula lontar. Akan tetapi isu adanya penggunaan bahan tambahan tidak aman seperti detergen ke dalam nira lontar saat pembuatan gula lontar menurunkan mutu fisik dan umur simpan. Tujuan penelitian: (1) mengedukasi produsen gula lontar untuk menerapkan prinsip keamanan pangan dan cara pengolahan pangan yang baik dalam proses pembuatan gula lontar; (2) menganalisis umur simpan dan mutu fisik gula lontar yang dibuat dengan metode konvensional dan metode optimasi.
Metode penelitian eksperimental dan observasi dilakukan di desa Tuapukan Kabupaten Kupang NTT dari Agustus-Oktober 2014. Penelitian dilakukan dengan membandingkan produk gula lontar dari dua kelompok produsen menggunakan metode berbeda. Kelompok 1 menggunakan metode konvensional dan kelompok 2 metode optimasi. Kelompok 1 menambahkan detergen dalam nira lontar saat proses menampung nira lontar. Kelompok 2 menggunakan bahan tambahan pangan alami yaitu kemiri dan minyak bimoli selama proses pembuatan gula lontar. Gula lontar yang dihasilkan oleh kedua kelompok produsen dibandingkan mutu fisik dan umur simpannya. Umur simpan produk dan mutu fisik produk ditentukan dengan pengamatan secara visual untuk parameter warna, aroma, rasa dan tekstur produk gula lontar selama dua bulan penyimpanan. Hasil penelitian selengkapnya seperti diuraikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Umur Simpan dan Mutu Fisik Gula Lontar dengan Metode Konvensional dan Metode Optimasi.
Mutu gula lontar metode konvensional
Mutu gula lontar metode Optimalisasi
§ Berasa getir akibat penambahan deterjen pada bahan baku.
§ Warnanya lebih gelap dampak penambahan deterjen yang tidak terkontrol.
§ Tekstur gula rapuh dan berongga akibat penambahan deterjen gula menjadi sangat higroskopis sehingga kadar air gula menjadi tinggi dan tidak tahan lama
§ Pengeringan dengan penjemuran langsung menggunakan tikar di atas permukaan tanah sehingga kurang higenis dan gula lebih cepat rusak
§ Gula dicetak berupa lempengan kecil dan tipis akibatnya gula gampang pecah sehingga tampilannya kurang menarik untuk dipasarkan
§ Dipasarkan secara langsung tanpa kemasan sehingga gula mudah mencair dan hanya bisa dijual dipasar tradisional
§ Setelah 14 hari penyimpanan pada suhu ruang produk gula lontar mulai rusak yang ditandai dengan perubahan warna dari cokelat ke cokelat gelap, aroma sedikit asam dan rasa getir dengan tekstur yang lebih berongga dan gula lontar mulai mencair.
§ Rasa khas gula lontar karena penambahan campuran kemiri dan minyak bimoli dengan dosis rendah tidak mempengaruhi cita rasa.
§ Warna kuning keemasan , penambahan campuran bimoli dan kemiri berpengaruh positif pada warna gula lontar.
§ Teksturnya padat dan kuat karena penambahan bimoli ikut menambah kerapatan molekul gula lontar sehingga gula menjadi lebih padat dan kokoh
§ Pengeringan menggunakan alat pengering tenaga surya yang lebih higenis karena gula diletakkan dalam alat pengering maka kontak langsung dengan tanah dan hewan pengganggu dapat dihindari
§ Gula dicetak dengan ketebalan 2 cm, diameter 9 cm sehingga tidak gampang pecah
§ Diberi sentuhan kemasan menarik dan aman untuk pangan sehigga dapat menjangkau pasar yang lebih luas.
§ Penyimpanan produk hingga 60 hari belum mengalami perubahan warna, berwarna kuning keemasan, rasa dan aroma khas gula lontar dengan tekstur tetap padat dan kuat.
Gula lontar yang diproduksi dengan metode optimasi hingga 60 hari penyimpanan, masih layak konsumsi dengan mutu fisik berwarna kuning keemasan, rasa dan aroma khas gula lontar yang segar, tekstur padat dan kuat. Gula lontar dengan metode konvensional pada 14 hari penyimpanan sudah mulai terjadi kerusakan dengan mutu fisik: berwarna cokelat gelap, aroma asam dan rasa getir dengan tekstur yang lebih berongga dan mulai mencair.