INOVASI EFISIENSI ALOKATIF UNTUK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI SAWAH DEMI KETAHANAN PANGAN BERKELANJUTAN DI KABUPATEN KUPANG
Abstract
Peningkatan produktivitas padi sawah seringkali dikejar melalui penambahan input, sebuah pendekatan yang tidak selalu berkelanjutan. Inovasi yang berdampak untuk ketahanan pangan harus mencakup perbaikan manajerial dalam mengelola sumber daya yang ada, di mana efisiensi menjadi kunci utama dalam program pertanian berkelanjutan (Kumar et al., 2021; Nawaz et al., 2022). Penelitian ini mengangkat permasalahan inefisiensi dalam penggunaan faktor produksi sebagai penghambat utama produktivitas dan keberlanjutan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis tingkat efisiensi alokatif penggunaan input kunci (benih dan pupuk) dan membingkainya sebagai sebuah inovasi manajerial untuk peningkatan produktivitas yang berkelanjutan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan survei kuantitatif di Desa Noelbaki, Kecamatan Kupang Tengah, dengan sampel 80 petani padi sawah. Analisis data diawali dengan estimasi fungsi produksi Cobb-Douglas untuk mendapatkan elastisitas produksi ( ) dari setiap input (Soekartawi, 2003). Nilai efisiensi alokatif (K) kemudian dihitung dengan membandingkan Nilai Produk Marjinal (NPM) dengan harga input ( ) melalui rumus:
di mana adalah rata-rata produksi, adalah rata-rata input ke-i, adalah harga output, dan adalah harga input ke-i. Suatu input dikatakan efisien secara alokatif jika nilai sama dengan 1.
Hasil analisis menunjukkan bahwa penggunaan dua faktor produksi utama, yaitu benih dan pupuk, masih jauh dari kondisi efisien secara alokatif (Tabel 1).
Tabel 1. Tingkat Efisiensi Alokatif Penggunaan Benih dan Pupuk
Faktor Produksi
Nilai Efisiensi (NPM/Px)
Kesimpulan
Benih
43,52
Belum Efisien (Penggunaan Perlu Ditambah)
Pupuk
0,30
Tidak Efisien (Penggunaan Perlu Dikurangi)
Sumber: Data Primer Diolah, 2025
Nilai efisiensi benih yang tinggi (43,52) mengindikasikan bahwa penggunaannya masih berada di bawah titik optimal (Kassaye and Yilma, 2022). Sebaliknya, nilai efisiensi pupuk rendah (0,30) mengindikasikan inefisiensi, di mana biaya input melebihi nilai tambah produksinya. Kondisi ini mencerminkan penggunaan pupuk kimia berlebih, sebuah tantangan yang solusinya terletak pada perbaikan praktik manajerial petani (Singh et al., 2021).
Temuan ini menegaskan solusi prioritas terletak pada perbaikan strategi manajemen input dan pendampingan praktik budidaya petani, bukan adopsi teknologi baru (Hussain and Maharjan, 2025). Oleh karena itu, re-alokasi anggaran usahatani menjadi langkah praktis, yakni mengurangi alokasi biaya pupuk tidak produktif dan mengalihkannya untuk pembelian benih unggul bersertifikat. Pendekatan ini berpotensi meningkatkan nilai hasil produksi secara langsung tanpa menambah biaya total usahatani. Implementasi pendekatan ini perlu didukung pendampingan penyuluhan yang berfokus pada literasi manajemen biaya dan analisis nilai tambah input. Selain itu, diperlukan fasilitasi pembelian benih kolektif melalui kelompok tani untuk menekan harga dan memperluas akses. Strategi ini bersifat 'biaya rendah, dampak tinggi' (low-cost, high-impact), sehingga relevan diterapkan di wilayah berkarakteristik agroekologi kering seperti Kabupaten Kupang.
Terdapat inefisiensi alokatif signifikan dalam usahatani padi sawah di lokasi penelitian, di mana penggunaan benih masih kurang dari titik optimal sementara pupuk sudah berlebihan. Optimalisasi alokasi input, dengan mengurangi biaya pupuk tidak produktif untuk dialihkan ke benih berkualitas, merupakan bentuk inovasi manajerial berdampak yang dapat meningkatkan produktivitas dan keberlanjutan usahatani untuk mendukung ketahanan pangan. Implikasi praktisnya adalah perlunya reorientasi program penyuluhan dari fokus teknis budidaya menjadi fokus pada literasi dan manajemen ekonomi usahatani.