PHYTOGENIC FEED ADDITIVES (PFAs) SEBAGAI ALTERNATIF KOKSIDIOSTAT PADA UNGGAS: SYSTEMATIC REVIEW 2015-2025

Authors

  • Rahayu Asmadini Rosa State Agricultural Polytechnic of Kupang
  • Saprilian Stya Hapsari
  • Apsari Shantika Pratistha

Abstract

Kekhawatiran akan keamanan pangan, keberlanjutan lingkungan, dan kesejahteraan hewan semakin meningkatkan permintaan konsumen terhadap pangan yang bebas residu. Sehingga mendorong produsen dan ilmuwan untuk mencari dan mengkaji lebih lanjut alternatif yang aman, alami, dan efektif dalam menjaga kesehatan dan performa ternak. Salah satu lingkup penelitian yang banyak dikaji adalah penggunaan phytogenic feed additives (PFAs) pada ternak. PFAs dinilai lebih aman karena tidak meninggalkan residu dan tidak memicu resistensi (Abdelli et al., 2021). Salah satu penggunaan PFAs sebagai pengganti koksidiostat sintetis (Khan et al., 2024). Koksidiostat merupakan obat yang digunakan untuk menghambat atau mengontrol koksidiosis yang juga dikenal sebagai penyakit berak darah. Penyakit ini merupakan penyakit pencernaan yang disebabkan oleh protozoa parasit genus Eimeria dan salah satu penyakit penyebab kerugian tinggi pada budidaya unggas. Pengendalian koksidiosis selama ini banyak mengandalkan koksidiostat sintetis. Namun, beberapa tahun belakang sudah banyak kajian dan publikasi ilmiah yang melaporkan penggunaan PFAs sebagai koksidostat terutama pada unggas (Abdelli et al., 2021). Keberagaman phytogenic yang tersedia di alam menjadikan eksplorasi terhadap penelitian ini cukup luas dan beragam, sehingga diperlukan kajian yang merangkum perkembangan dan sumber PFAs yang telah diteliti dan dipublikasikan pada periode 2015-2025.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2025 dengan metode Narrative Literature Review (NLR) terutama overview literature (Rahmah et al., 2025). Metode ini merupakan pendekatan kualitatif yang menggambarkan komprehensif beragam temuan dan informasi ilmiah (Gregory & Denniss, 2018).Penelusuran artikel referensi dilakukan di database Scopus dengan rentang waktu publikasi selama 10 tahun terakhir (2015-2025), guna memastikan kebaruan informasi dan relevansi data. Kata kunci yang digunakan dalam penelitian ini adalah phytogenic dan coccidiosis, dengan pembatasan inklusi berupa jenis artikel, berbahasa Inggris, dan open access artikel. Perolehan referensi yang dikumpulkan diintegrasikan berdasarkan relevansi topik yang didiskusikan.

Hasil pencarian pada database, ditemukan hanya 15 artikel yang relevan. Penelitian dengan topik ini menunjukkan peningkatan di tahun 2021, sementara di tahun 2018 hanya 1 artikel saja. Sumber phytogenic yang dilaporkan diantaranya semanggi merah (Trifolium pratense) (Lien et al., 2024), Rumex nervosus (Qaid et al., 2021), chamomile (Beski, 2023; Hussein et al., 2021), wormwood (Artemisia sintium) (Zapletal et al., 2025), cengkeh (Syzigium aromatocum) (Youssefi et al., 2023), peppermint (Hussein et al., 2021), Holarrhena antidysenterica (Tsiouris et al., 2021), Berberis aristata, Keludah (Polygonum aviculare), bawang putih (Allium sativum) (Tsiouris et al., 2021), Kayu Manis (Cinnamomum verum) (Qaid et al., 2022), Oregano, thyme (Niknia et al., 2025), teh hijau, delima (Park et al., 2023), anuma (Artemisia annua) (Sharma et al., 2024), seabuckthorn (Hippophae rhamnoides) (Kalia et al., 2018), jarak dan jambu mete (de Oliveira Moraes et al., 2023). Berdasarkan review, terdapat 19 sumber phytogenic yang telah diteliti, 10 diantaranya dapat ditemukan di Indonesia. Phytogenic yang digunakan diambil dari bagian tanaman berupa daun, bunga, kulit batang, kulit ari buah dalam bentuk hasil ekstrak (minyak atau tepung) ataupun tanpa ekstraksi. Berdasarkan struktur kimia dan sifat senyawanya, kandungan paling banyak ditemukan adalah golongan fenolik dan terpenoid. Aplikasi phytogenic pada ternak paling banyak ditambahkan pada pakan, dibandingkan melalui air minum. Sehingga, phytogenic banyak dikenal sebagai phytogenic feed additives (PFAs). Penelitian mengenai phytogenic dan coccidiosis ini, cenderung merujuk pada ayam broiler sebanyak 14 artikel dibandingkan ayam petelur yang hanya ditemukan pada 1 artikel saja. Ayam broiler memiliki masa pemeliharaan yang relatif lebih singkat, antara 35-42 hari. Infeksi protozoa Eimeria spp. mengakibatkan penurunan produksi, yang akan sangat berdampak terhadap kerugian ekonomis yang lebih besar. Kerugian produksi akibat koksidiosis pada peternakan ayam dilaporkan sebesar 13 billion US Dollar per tahun (Lien et al., 2024). Ayam yang diberi perlakuan PFAs berhasil memperbaiki performa produksi, dengan adanya peningkatan bobot badan dan penurunan FCR, dibandingkan dengan ayam yang ditantang eimira spp ataupun setara dengan ayam yang diberi perlakuan koksidiostat sintetik. Sistem pemeliharaan pada ayam broiler umumnya dengan kepadatan yang tinggi. Hal ini meningkatkan resiko penularan oosit Eimeria spp. dibandingkan pada ayam petelur. Aplikasi PFAs menunjukkan penurunan jumlah oosit di ekskreta pada 7 artikel yang melakukan pengujian. Hampir semua artikel juga melaporkan skor lesi usus sebagai indikator dari keparahan penyakit koksidiosis pada ternak.

Penambahan PFAs mampu menurunkan skor lesi dan memperbaiki kesehatan usus dan mikroflora didalamnya. Penelitian mengenai PFAs bersumber dari bagian tanaman maupun ekstrak, yang banyak mengandung komponen fenolik dan terpenoid. Beragamnya sumber phytogenic di suatu negara berpotensi untuk diteliti dan dikembangkan lebih lanjut sebagai alternatif koksidiostat sintetis pada ayam.

Downloads

Published

2025-11-28

How to Cite

Rosa, . R. A., Hapsari, S. S., & Pratistha, A. S. (2025). PHYTOGENIC FEED ADDITIVES (PFAs) SEBAGAI ALTERNATIF KOKSIDIOSTAT PADA UNGGAS: SYSTEMATIC REVIEW 2015-2025. Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian, 8(1), 41–42. Retrieved from https://ejurnal.politanikoe.ac.id/index.php/psnp/article/view/487