EFEK FERMENTASI SUHU RUANG DAN EVAPORASI VAKUM TERHADAP WARNA DAN KADAR ALKOHOL WINE BUAH NAGA-NENAS
Abstract
Wine merupakan salah satu produk fermentasi yang populer karena cita rasanya yang khas serta kandungan alkoholnya yang bervariasi (Jackson, 2020). Proses fermentasi berperan penting dalam menentukan kualitas akhir wine, meliputi karakteristik organoleptik seperti warna, aroma, dan kadar alkohol. Salah satu faktor kritis dalam fermentasi adalah suhu, yang mempengaruhi aktivitas mikroorganisme penghasil alkohol, pembentukan senyawa volatil, serta kestabilan pigmen warna (Boulton et al., 2013). Fermentasi pada suhu ruang (sekitar 25–30°C) sering dipilih karena praktis dan ekonomis, terutama di wilayah beriklim tropis. Namun, pengaruh kondisi tersebut terhadap karakteristik wine berbahan buah lokal seperti buah naga (Hylocereus spp.) dan nanas (Ananas comosus) masih perlu diteliti lebih lanjut. Selain itu, kadar alkohol yang tinggi sering menjadi perhatian konsumen yang menginginkan produk dengan kadar alkohol rendah tanpa mengorbankan kualitas sensorik. Salah satu pendekatan yang menjanjikan adalah evaporasi vakum, yang dapat menurunkan kadar etanol melalui proses penguapan pada suhu rendah (Zhao et al., 2018). Namun, penerapan metode ini pada wine hasil fermentasi buah naga dan nanas masih belum banyak dilaporkan secara komprehensif.
Proses pembuatan wine buah naga–nanas dilakukan dengan mencampurkan potongan buah naga (Hylocereus spp.), nenas (Ananas comosus) dan air dalam perbandingan 1:1:2, kemudian ditambahkan gula lontar hingga mencapai kadar padatan terlarut 17% Brix. pH diukur sebelum diinokulasi dengan ragi Saccharomyces cerevisiae. Fermentasi dilakukan pada suhu ruang (±30°C) selama 30 hari hingga kadar Brix stabil. Setelah fermentasi selesai, wine disaring dan dianalisis kadar alkoholnya menggunakan refraktometer alkohol (ATC, 0-80%). Warna dianalisis menggunakan alat Colorimeter CHNSpec CS-10 berdasarkan sistem warna CIELAB untuk memperoleh nilai L*, a*, dan b*. Setiap pengukuran dilakukan dalam tiga ulangan, dan data dianalisis secara deskriptif untuk mengevaluasi pengaruh proses fermentasi suhu ruang terhadap kadar alkohol dan karakteristik warna wine berbasis buah naga dan nanas dengan penambahan gula lontar.
Fermentasi campuran buah naga (Hylocereus polyrhizus) dan nanas (Ananas comosus) pada suhu ruang (±30°C) selama 30 hari dengan penambahan Saccharomyces cerevisiae menghasilkan wine dengan kadar alkohol sebesar 11%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa substrat gula dari kedua buah dapat dimanfaatkan secara efisien oleh ragi untuk menghasilkan etanol melalui proses fermentasi anaerob. Aktivitas fermentative S. cerevisiae pada kisaran suhu tersebut tergolong optimal karena mendukung kerja enzim invertase dan zimase dalam mengubah sukrosa menjadi glukosa, fruktosa, dan etanol (Fleet, 2008).
Selama fermentasi, pigmen antosianin dari buah naga relatif stabil karena kondisi suhu tidak terlalu tinggi dan pH fermentasi mendukung kestabilannya. Hal ini tercermin dari nilai Chroma sebesar 0,93 yang menunjukkan warna wine masih intens dan tidak mengalami degradasi signifikan. Stabilitas warna pada tahap ini berkaitan dengan keberadaan pigmen betasianin yang cukup tahan terhadap oksidasi pada kisaran suhu fermentasi normal (Esatbeyoglu et al., 2015).
Tahap evaporasi vakum pada suhu 45°C selama 60 menit berhasil menurunkan kadar alkohol dari 11% menjadi 7%. Penurunan ini terjadi akibat penguapan sebagian etanol di bawah tekanan rendah yang mempercepat proses evaporasi tanpa menyebabkan kerusakan termal pada komponen sensitif (Santos et al., 2019). Namun, proses tersebut memengaruhi kestabilan warna wine. Nilai Chroma meningkat menjadi 3,67 dan perbedaan warna total (ΔE) mencapai 6,50, menandakan adanya perubahan warna yang nyata (ΔE > 2).
Perubahan warna tersebut diduga disebabkan oleh degradasi sebagian pigmen antosianin dan betasianin akibat paparan panas ringan serta kemungkinan terbentuknya kompleks polimer dengan senyawa fenolik selama evaporasi (Jackman & Smith, 1996). Interaksi ini menyebabkan pergeseran warna menuju rona lebih terang atau kecoklatan, sebagaimana dilaporkan pada produk wine buah berpigmen tinggi lainnya (Gao et al., 2022).
Secara keseluruhan, kombinasi fermentasi suhu ruang dan evaporasi vakum memberikan efek yang saling melengkapi. Fermentasi menghasilkan wine dengan warna stabil dan kadar alkohol tinggi, sedangkan evaporasi vakum efektif menurunkan kadar alkohol dengan konsekuensi perubahan warna. Perlakuan ini berpotensi diterapkan untuk produksi wine rendah alkohol dengan tetap mempertahankan karakteristik sensoris khas buah tropis, meskipun optimasi lebih lanjut diperlukan untuk meminimalkan kehilangan pigmen alami.